Jakarta, 23 Juli 2025 – SKK Migas memastikan perusahaan migas Rusia, Zarubezhneft, akan melanjutkan pengembangan Blok Tuna di Natuna Utara setelah Harbour Energy Group mundur akibat sanksi Amerika Serikat. Organisasi ini kini bergerak cepat mencari mitra operator baru demi mengejar target produksi 2028–2029.
Latar Belakang Pengembangan Blok Tuna
Pertama, Blok Tuna memegang potensi gas 100–150 juta kaki kubik per hari (MMscfd). Selanjutnya, SKK Migas dan KKKS menyetujui Plan of Development (PoD) pada Desember 2022. Namun, penetapan Final Investment Decision (FID) tertunda saat Harbour Energy tidak bisa melanjutkan kemitraan dengan Zarubezhneft akibat sanksi Barat.
Keputusan Harbour Energy Mundur
Harbour Energy menarik diri karena tekanan sanksi dari Amerika Serikat. Kepala SKK Migas, Djoko Siswanto, menyatakan bahwa Premier Oil Tuna B.V.—anak usaha Harbour—tak mampu menyelesaikan FID bersama Zarubezhneft yang jadi mitra 50% sebelumnya. Oleh karena itu, KKKS ini menyerahkan hak operasi kepada Zarubezhneft.
Transisi Data ke Zarubezhneft
Sementara itu, Deputi SKK Migas Rikky Rahmat Firdaus menjelaskan Harbour Energy bersedia menyerahkan seluruh data FEED kepada Zarubezhneft. Dengan demikian, proses Front End Engineering Design dapat terus berjalan tanpa kehilangan informasi teknis krusial.
Pencarian Mitra Operator Pengganti
Kemudian, Zarubezhneft mulai mengundang investor baru untuk mengambil alih 50% hak partisipasi Harbour. Bahkan, beberapa perusahaan sudah mengakses Migas Data Repository dan menandatangani Non-Disclosure Agreement sebagai langkah awal negosiasi. Selain itu, SKK Migas berharap proses divestasi selesai pada akhir Juli 2025.
Target Onstream dan Investasi Proyek
Selain itu, SKK Migas menegaskan proyek Tuna tetap onstream pada 2028–2029. Proyek ini membutuhkan investasi total US$3,07 miliar, terdiri atas US$1,05 miliar untuk pengembangan awal, US$2,02 miliar biaya operasi hingga economic limit, dan US$147,6 juta untuk abandonment and site restoration. Dengan demikian, pemerintah menyiapkan insentif fiskal untuk mendukung keekonomian lapangan hingga 2035.
Implikasi Sanksi dan Sinergi Nasional
Karena sanksi geopolitik, SKK Migas harus menata ulang kerjasama internasional. Oleh karena itu, instansi ini memperkuat komunikasi dengan Kementerian ESDM dan calon investor lokal. Selain itu, kolaborasi lintas perusahaan mendorong transfer teknologi dan kapasitas operasional nasional.
Kesimpulan
Blok Tuna kini memasuki babak baru dengan Zarubezhneft sebagai operator sementara. Dengan transisi data yang mulus dan proses pencarian mitra baru, SKK Migas bertekad mempertahankan jadwal produksi. Selanjutnya, keberhasilan proyek ini akan mengokohkan posisi Indonesia sebagai pemain utama di pasar gas regional.
\Baca juga berita lainnya di kbraedenanderson.com