GAZA, KBRAEDENANDERSON.com– Militer Israel kembali menyerang infrastruktur kelompok bersenjata di Gaza selatan pada Jumat (11/7/2025). Serangan ini terjadi di tengah harapan kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas dalam beberapa hari ke depan. Situasi ini menyoroti kompleksitas konflik Israel-Hamas yang terus berlanjut.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan peluang jeda perang cukup besar. Namun, ia menekankan syarat utama: Hamas harus meletakkan senjata, berhenti memerintah, dan beroperasi di Jalur Gaza. Sejak Minggu, perunding Israel dan kelompok bersenjata Palestina telah bernegosiasi tidak langsung di Qatar. Mereka mencari solusi untuk menghentikan perang yang sudah berlangsung 21 bulan ini.
Kondisi Kemanusiaan di Gaza Memburuk
Di lapangan, kondisi di Gaza semakin memprihatinkan. Badan pertahanan sipil Gaza melaporkan gelombang serangan baru Israel. Sebuah serangan bahkan mengenai sekolah pengungsian Palestina, menewaskan sedikitnya lima orang. Namun, pembatasan media dan sulitnya akses membuat laporan korban dari Gaza belum terverifikasi independen oleh AFP.
Seorang saksi mata di Khan Younis menggambarkan situasi mencekam. Ia menyaksikan baku tembak intens, serangan udara sporadis, dan penembakan artileri. Kamp pengungsian dan lahan pertanian juga hancur akibat serangan Israel. Militer Israel menyatakan operasi di Khan Younis menargetkan lokasi infrastruktur kelompok bersenjata, baik di atas maupun bawah tanah.
Negosiasi Damai yang Alot
Di ranah diplomatik, kedua belah pihak masih berdebat sengit mengenai poin-poin penting dalam perundingan di Qatar. Hamas, yang memicu perang melalui serangan pada 7 Oktober 2023, menyatakan kesiapan membebaskan 10 sandera sebagai bagian dari kesepakatan awal.
Dalam wawancara dengan Newsmax, media AS, Netanyahu mengatakan langkah itu akan menyisakan 10 sandera lain yang masih hidup. “Saya berharap kita bisa menyelesaikannya dalam beberapa hari,” ujar Netanyahu. Ia menambahkan, kesepakatan awal mencakup gencatan senjata 60 hari. Periode ini akan dimanfaatkan untuk negosiasi penyelesaian konflik secara menyeluruh.
Netanyahu, yang berada di Washington pekan ini, telah dua kali bertemu Presiden AS Donald Trump. Mereka membahas proposal gencatan senjata. Trump, melalui utusan Timur Tengahnya, Steve Witkoff, berharap kesepakatan tercapai sebelum akhir pekan. Meski demikian, Netanyahu menegaskan Israel hanya bersedia memulai negosiasi jangka panjang jika Hamas menyerahkan senjata dan melepaskan kendali atas Gaza.
“Kegagalan memenuhi syarat tersebut akan membawa pada konflik lanjutan,” tegas Netanyahu. Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Saar, juga menyebut perundingan Doha bisa memakan waktu beberapa hari lagi. Salah satu isu krusial adalah jumlah tahanan Palestina yang akan dibebaskan sebagai imbalan bagi sandera Israel.
Tuntutan Hamas dan Krisis Kemanusiaan
Sementara itu, Hamas mendesak jaminan nyata terkait gencatan senjata Gaza berkelanjutan. Mereka juga menuntut akses bantuan kemanusiaan tanpa hambatan bagi lebih dari dua juta penduduk Gaza. Warga Gaza kini hidup dalam kondisi memprihatinkan akibat krisis kemanusiaan yang parah.
Pejabat senior Hamas, Bassem Naim, kepada AFP mengatakan pihaknya menuntut penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza. Ia juga menolak skema yang akan memaksa warga Palestina pindah ke kantong-kantong terisolasi. Tuntutan ini menunjukkan perbedaan pandangan signifikan antara kedua belah pihak. Ini membuat jalan menuju perdamaian tetap penuh tantangan.
Baca juga berita lainnya di kbraedenanderson.com